Mencintai Itu Merelakannya Bahagia

Tidak ada lagi kebahagiaan dalam hidupku, lelakiku pergi. Tak adalagi bahu untukku bersandar, karena aku melakukan kesalahan yang membuatnya tak mungkin lagi mencintaiku, aku memang bukan wanita yang baik untuknya.

Mencintai Itu Merelakannya Bahagia

“serius?, kita berpisah Non?”
“Kamu sadarkan?”
“Iya, aku sadar. Buat apa kita bersama kalau prinsip kita sudah beda?”
“Ok, saya terima. Mulai saat ini kita resmi berpisah!”
Ya, akhirnya, Aku putus dengan Harry tepatnya pada tanggal 26 Agustus 2014 di kontrakan miliknya. Aku tau, hidup sendiri di Semarang tidaklah mudah, ke Kampus, cari makan, ke Warnet, Foto Copy. Ah, selama ini aku selalu ditemani Harry, bahkan mengerjakan tugas sekalipun, Ia erap kali membantuku.
“Sudah sore, ayuk Mas anter Non ke Kos?”Aku mengangguk,
“Tapi Mamas masih mau jadi Kakakku kan?” ucapku sebelum akhirnya menumpangi sepeda Vixion merah miliknya.
“Iya, Non” jawabnya lirih, lalu motor itu pergi membawa kita meninggalkan Kontrakan Harry, dalam hati aku berucap. “Mungkin ini terakhir kali aku mengunjungi tempatnya, bahkan menaiki motornya lagi.” (lebih…)

Renungan Saat Pengambilan Data di PAYAHE

KOMSOS- Hari Pertama
Payahe, 3-03-14

Berusaha, mencoba dan bersabar

Berharap selalu diberi kemudahan dan kelancaran disetiap aktivitas

“Tim KOMSOS kita besok pagi terpaksa harus dibagi 2 tim, tim satu yang terdiri dari Praka Mar Danna M, Kopda Hamzah L, Briptu Mustari Ghani, Sertu M. Najar, Safrudin, Fadlun, dan Chalimatus Sadiyah dan selebihnya masuk di tim dua. Yang masing-masing akan ditempatkan didaerah payahe dan bukit durian dan semoga besok kita diberi kelancaran saat pencarian datanya”. Ucap Dantim KOMSOS Ipda Budi Suryono.
Malam inipun kami berusaha tidur lebih cepat setelah apel malam, kami berharap bisa menjadi bekal tenaga esok dilapangan dan dalam hati kami pun berdoa mudah-mudahan bisa lancar dan mendapat tanggapan baik dari masyarakat nanti. Maklum tim kami baru akan melaksanakan tugas untuk yang pertama kali selama berada di loleo, kec. Oba tengah kepulauan tidore ini setelah satu minggu kami duduki.
PAYAHE MENYAMBUT DENGAN HANGAT, tak terasa sudah perjalanan beberapa mil jauhnya yang kami tempuh, walau sempat mual dan pusing saat dimobil rupanya terbayar dengan senyum dan sapaan yang hangat dari kepala desa payahe. Dan untuk pertama kami dari tim dua mengutarakan maksud dan tujuan kami datang didaerah tersebut, Praka Mar Danna M menjelaskan bahwa kami dari Tim KOMSOS- EKSPEDISI NKRI 2014 Koridor Maluku dan Maluku Utara yang dalam hal ini mencari data demi kesejahteraan masyarakat daerah Payahe. beberapa saat kemudian kami digiring ketempat penginapan milik Pak kadir selaku Sekdes dan diberikan kesempatan untuk menaroh semua barang bawaan. Setelah itu dilanjutkan untuk berkunjung kebeberapa pusat informasi seperti Kantor Kecamatan dan PUSKESMAS Desa Payahe Kec. Oba Tengah.
Data tentang kependudukan, ekonomi masyarakat, pendidikan sudah bisa kami kantongi dengan cepat tanpa kendala dari kantor kepala desa. Pukul 11.00 Wib, kami masih harus mengunjungi Puskesmas untuk beberapa pertanyaan seputar kesehatan masyarakat dan fasilitas umum yang ada di sana. Namun, Allah SWT. Rupanya menguji tim kami, diantara rasa lapar dan letih pihak Puskesmas menolak kedatangan kami, secara halus dan tegas mereka menolak untuk kami mintai data, Bpk. Amrullah selaku promosi kesehatan terlihat diraut wajahnya kekhawatiran dan setelah proses lobi yang lumayan lama antara Mahasiswa yang terdiri dari Fadlun, Chalimatus Sadiyah dan Safrodin yang terus mencoba meyakinkan yang akhirnya beliau mengizinnkan dan berkenan untuk diwawancarai oleh tim KOMSOS. Dan kami mengerti sekarang apa yang menjadi alasan beliau menolak, ternyata pihak Puskesmas khawatir bahwa kami akan mengekspos dan memanipulasi data selanjutnya untuk kepentingan beberapa orang menyerahkannya kemedia untuk menjatuhkan nama Puskesmas dan beberapa pekerja yang ada disana. Adapun hal menarik lain yang bisa kami dapat adalah informasi tentang penyakit terbanyak yang diderita masyarakat sekitar tergantung dari musim di daerah tersebut. Seperti yang disampaikan oleh dokter Ayu selaku dokter umum Puskesmas. “disini, jumlah paling banyak yang diderita adalah saluran pernafasan. Tapi bisa jadi kalau musim buah semua masyarakat terkena diare dan itu tidak pandang bulu bisa anak kecil, remaja ataupun orang tua ka” tuturnya dengan antutias saat kami dari Tim KOMSOS bertanya seputar penyakit yang paling sering di keluhkan masyarakat daerah Payahe.
ANCAMAN KESEHATAN MASYARAKAT DESA PAYAHE, Memasak memakai tungku bambu ternyata yang menjadi ancaman saluran pernafasan masyarakat sekitar, karena mau tidak mau keadaan itu rupanya sulit dihentikan. Mereka merasa ringan dan tidak terlalu terkena beban biaya hidup tinggi karena hanya bermodal kayu bakar dan sedikit minyak tanah. Maklum saja di Payahe 87 % masyarakatnya bertani dan nelayan, hingga tak ada yang terlalu mengambil resiko untuk memasak memakai kompor apalagi gas Elpiji bukan karena barangnya yang mahal tapi boros dan juga susah didapat.
ALHAMDULILLAH, SABAR MEMBAWA BERKAH. Ibu Imah datang tepat saat proses pengumpulan data Tim KOMSOS selesai, beliau menawarkan diri untuk menjadi tuan rumah dan bersedia menjamu kita sekalian. Alangka bahagia hati semua rekan Tim setelah beberapa waktu lamanya mereka saling menahan diri untuk istirahat dan makan siang. Semua kerja keringat terbayar sudah. Alhamdulillah, kesabaran tim KOMSOS rupanya membawa berkah. Allah berbaik hati dengan mengirimkan mie, ikan, gabu-gabu dan es the manis lewat kemurahan hati Ibu Imah, mantap abis, karena gratis pula.
14.10 Wib, semua rekan tim berpamit pulang kepenginapan dan selanjutnya kegiatan masing-masing diserahkan per-orangan. Diantaranya ada yang langsung membersihkan diri dengan mandi, ada juga yang sholat Dluhur dan tak jarang banyak yang langsung berebah diatas kasur tanpa melepas pakaian lapangan yang tadi dipakai saat pengumpulan data sesaat tiba di penginapan.

Bab 2, Cerita Dloen

Harap- harap Cemas

Semarang, 23 Januari 2014
Ekspedisi NKRI 2014 koridor Maluku dan Maluku Utara yang tak lama lagi akan dilaksanakan membuatku seakan stres menyiapkan segala persyaratannya. Maklum belum lama ini ku dapatkan informasi tentang kegiatannya. Seakan berburu dengan waktu. Tuntutan untuk berbagai keperluan administrasi harus dilengkapi seperti menyiapkan Foto, Materai, FC Hasil Study Mahasiswa, Surat Rekemendasi Fakultas, Kartu Tanda Mahasiswa, Surat Izin Orang Tua, Surat dari Kepolisian, Surat yang menyatakan Sehat dan semua itu harus didapatkan ditempat yang berbeda dan beberapa juga dibutuhkan legalisir. Bisa dibayangkan betapa pusing kepalaku, mendadak semuanya jadi sempit dan gerah. Sehingga untuk saat-saat ini bisa dipastikan emosiku tak stabil.
Aku masih tak bergeming menunggu antrian tukang cetak foto di Gg. Ringin Sari Utara. Maklum hanya di Studio Riani ini tempat percetakan yang murah. Jadi untuk lima antrianpun aku masih rela untuk menunggu, asal bisa jadi hari ini juga.
“Tasyaaa..” seseorang menepuk pundakku dari belakang
“Ih, Apaan sih?” teriakku lantang
“Maaf sudah mengagetkan kamu” ucapnya lirih kepadaku
“Ha, iya. Maaf, aku hanya terkejut Mas” ucapku tulus. Aku memang terkejut ketika seseorang menepuk pundakku, “Lancang sekali!” ucapku dalam hati. Tapi lebih mengejutkan lagi ketika aku mengetahui pemilik suara itu, dan aku menyesal atas sikap tak sopanku barusan, meneriakinya.
“Kamu ikut Ekspedisi juga ya?”
“Em, iya Bang. Kenapa?”
“Sudah daftar onlinekah?”
“Oh iya sudah bang, baru saja tadi pagi”
“Persyaratannya sudah dilengkapi?”
“Belum bang, baru saja hendak mengurusnya. Abang sudah dikirim kah?” tanyaku balik.
“Ngomong-ngomong kamu masih kenal aku?” Tanyanya sembari meledek
“Masih bang, masa sama seniornya sendiri lupa. Mas Ipud, Saifuddin orang yang jago main teater dan demisioner HMJ KOMUNIKASI 2012, haaaahhaaaaa” ledekku kemudian
“Barangkali aja kan lupa. Masalah demisioner HMJ Komunikasi kan kamu juga Tas, 2013 pernah jadi ketuanya gitu loh” ledeknya balik kali ini kearahku.
“Oh iya. Niatnya besok pagi nat, kalau mau biar aku kirimkan sekalian punyamu. Gimana?” tawarnya
“Mau banget bang, tapi aku nggak janji besok semua persyaratan administrasiku bisa beres”
“Owgh gitu, ya sudah kamu kabari aku lagi ya besok. Jangan lupa cepat dikelarin loh soalnya tanggal 26 Januari 2014 semua berkas harus sudah dikirim kepusat nat. tau kan?”
“Iya bang, itu artinya hanya ada sisa waktu dua hari untukku bias melengkapinya”
“Iya betul, okey kalau begitu aku tinggal kekampus dulu yah. Ada usrusan nih” katanya kemudian
“Siap bang. makasih sudah diingatkan” ungkapku tulus selanjutnya kulihat sosoknya pergi dengan motor merah Smash nya
Tak bisa dilukiskan perasaanku saat ini, berat sudah beban yang ku tangguh dan malu rasanya bila ternyata esok aku tak terjaring dan gugur. Entahlah, aku tak bisa membayangkan sudah berapa puluh orangkah yang tau tentang keikutsertaanku dalam Ekspedisi ini. Apa jadinya bila aku tak masuk?
“Mba, fotonya mau dicetak berapa lembar dan ukuran berapa?” Tanya Mba Lilies pegawai dipercetakan, dia mengagetkanku.
“Oh iya mba, tolong cetakan untuk ukuran 4 R dan 3x4 nya juga, masing-masing 3 lembar ya mba. “Terima kasih” ucapku kemudian
Mba Lilies, dia menganggukan kepalanya seraya pergi meninggalkanku sendiri. Melanjutkan semua pertanyaan konyol yang muncul dibenakku, otakku rupanya menyimpan kepenatan yang dalam. Aku semakin tak bisa meyakinkan hatiku akan Ekspedisi dihadapanku. Sejak 3 hari terakhir ini yang aku tau aku tak cukup bisa berhasil mengurus administrasinya dengan benar. Semuanya masih menunggu dan tak pasti. Bahkan untuk surat rekomendasipun belum bisa ku terima karena Dekan Fakultasku masih ada diluar kota sehingga belum ditanda tangani dan masih di Staf kantor.
“Ini Mba hasilnya, totalnya tiga puluh ribu rupiah Mba” katanya tiba-tiba saja berada dihadapanku lagi seraya menyodorkan hasil cetakan fotonya.
“Iya terima kasih mba” ucapku seraya memberikan uang dan menggambil hasil cetakan fotonya.
Ucapan terima kasih rupanya ku sampaikan dua kali pada Mba Lilies. Yang pertama saat aku memintanya mencetakan fotoku dan yang kedua saat dia memberikan hasil cetakannya padaku. Rasanya sekarang aku sedikit lega. Hasil foto yang ku dapat sangat bagus dan memuaskan. Cukup mengobati kepenatan yang sedang menderaku. Ku amati gambarnya yang bening beberapa kali sambil berlalu meninggalkan studio percetakan. Ku pikir-pikir ternyata aku memang sedikit cantik, bangga rasanya diciptakan sedemikian rupa. Dalam segala kelebihan yang ku punya sekarang. Aku cukup sedikit bangga. Aku tak bisa menghitung betapa besar keagungan dan kekuasaan tuhan yang menciptakan makhluknya begitu sempurna, pujiku dalam hati sendiri. Semua yang ku punya komplit dari atas kepala sampai ujung kaki, ada dan indah dengan keunikan bentuk yang kupunya. Ku usap foto ditanganku beberapa kali seraya tak henti mulutku memuji kebesaran Dzat yang sudah menciptakannya, Allahu Akbar.
Terlihat dikejauhan. Tampak pedagang batagor sedang mangkir didepan kosku. Tanpa pikir panjang ku hampiri sambil lari-lari kecil, takut tertinggal lagi dan keburu bang batagor pergi nanti. Semakin dekat rupanya kakiku semakin mengayun kencang. Dan sudah dipastikan ketika sampai tujuan nafasku terseol-seol sesak, keringat mengucur deras bak rintik hujan. Peluhnya membasahi seluruh tubuhku hingga baju biruku terasa lengket dibadan.
“Huffttt.” Ku coba atur nafasku beberapa saat
“Batagor Neng?” Tanya Si Abang batagor
“I..i..iya bang satu yah bang, lima ribu aja?”
“Pedas?”
“Sedang saja bang”
“Nih Neng” Si Abang menyodorkan batagor yang ku minta dan menyambut uang pemberianku. “terima kasih bang” ucapku mengakhiri jual beliku dengan abang batagor, dan meninggalkannya dengan beberapa teman kosku yang juga sedang antri membeli batagorya.
Kamarku tak terkunci, tapi tak kudapati tyas didalamnya. Ku panggil beberapa kali namanya, tapi tak juga ada ubrisan.
“Mba tasya nyari mba Tyas?” Tanya Manda, adik angkatanku dijurusan.
“Oh iya Dek, kamu lihat dia nggak?”
“Dia kewarung Mba, kayaknya sih beli makan”
“What? Makan lagi? “ tanyaku sedikit terkejut, dan manda hanya menggelengan kepalanya. Ku pikir dia tak mengerti.
Sebenarnya bukan sesuatu yang aneh ketika hari ini kudapati Tyas makan berkali-kali. Hanya saja aku tak habis fikir bagaimana bisa sahabatku yang satu ini bisa makan 6 kali dalam hari, dan itu tak membuat efek pada tubuhnya. Badannya tetap ramping, kecil dan indah. Aku sangat iri rasanya.
“Tiiiiittitttt.tiiiiittttt” Ku cari Handphonku, karena aku hapal betul itu tanda dering handphone milikku.
“Assalamu ‘Alaikum Mi” sapaku pada sosok yang menelponku, ketika berhasil menemukannya didalam tas yang kubawa.
“Waalaikum Salam Yu, kapan kamu pulang?” Tanya Ibuku diseberang sana.
“Pulang?, nanti mi kalau kegiatan disini sudah beres semua”
“Emang kegiatan apa lagi sih?, Pulanglah sebentar!”
“Oh iya Mi, Insya Allah secepatnya kok”
“Lusa 100 hari peringatan kakekmu, kamu pulang besok ya Yu?”
“Iya Mi. Insya Allah, yayu nggak bisa pastikan hari ini!”
“Ya sudah, kalau jadi pulang nanti kabari lagi aja ya. Tapi tolong Yu kalau bisa kamu usahakan buat beberapa hari saja pulang kerumah yah?” ucap Ibuku mengakhiri pembicaraan.
“Iya Mi. Assalamu ‘Alaikum”
“Waalaikum Salam, jangan lupa makan dan sholatnya ya Yu?” ungkapnya kemudian terdengar panggilan sudah diputus.
Aku terdiam beberapa saat, merenungi permintaan Ibuku. Berfikir bagaimana caranya semua persyaratan Ekspedisi bisa aku kelarkan hari ini juga agar besok bisa pulang kerumah, kekota kelahiranku Indramayu tercinta. Kota gersang namun penuh dengan banyak cerita dan warna kebahagiaan. Dimana tempatku pertama kali ku belajar melihat dunia, menangis, dan tertawa.
Aku tau persis alasan Ibuku memintaku untuk seggera pulang. Bukan hanya menginginkan anaknya bisa hadir dalam 100 hari peringatan Ayahnya, yang juga kakekku. Namun karena beliau berharap aku bisa membantunya dalam menyiapkan semua keperluan untuk acara Tahlilannya. Seperti makanan untuk para bapak dan remaja yang datang kerumah kami untuk mendoakan Alm. Kakek. Ya aku tau, bagaimana repotnya untuk mengurus kelengkapan itu terlebih sekarang Ibu sendiri dirumah tanpa aku anak perempuannya sekaligus anak sulung yang dituakan. Kalaupun masih ada ayahku, aku tau pasti tak akan bisa membantu banyak seperti biasanya. Karena ku tahu bagaimana Ayahku, dia yang menghabiskan hari-harinya untuk pergi ke masjid, mengikuti pengajian dan mengisi beberapa ceramah didaerahku. Bukan dia tak pernah memeperdulikan keluarga kita. Tapi tuntutan akhirat selalu datang padanya dan memaksanya untuk memilih mengutamakan itu dibanding urusan keluarganya.
Ayahku selalu bilang kalau waktu yang diberikan tuhan tak akan tau jumlah harinya, esok atau lusa bisa saja giliran kita yang dipanggilnya. jadi harus terus berbuat baik pada sesama dan mengutamakan orang lain, terlebih urusannya keagaamaan. Kalau keluarga sudah sejak ia lahir hingga usia yang ke 60 Thnnya. Jadi pikirnya sudah dipastikan sudah banyak hal yang di perbuat. Itulah kata-kata Ayahku yang hingga kini masih melekat erat dibenakku. Dan tak heran rasanya bila barusan ditelpon ibu menyampaikan Ayahku sedang tidak dirumah sudah empat hari lamanya dan akan kembali dua hari kedepan karena ada panggilan pengajian didaerah Cirebon dan Kuningan. selanjutnya sekarang dirumah hanya ada ibu dan kedua adikku yang masih belia. mereka semua masih berumur 3 Thn dan kakaknya yang lebih tua berusia 8 Thn.
Ibu cukup bertahan, menjadi sosok yang tegar tak pernah mengeluh dimata kami anak-anaknya. Bersabar saat menunggu Ayah kembali pulang kerumah, bersabar untuk melayani semua kebutuhan anak-anaknya, dan bersabar untuk memebereskan semua pekerjaan rumah. Ibupun rupanya cukup mandiri dibanding beberapa ibu-ibu lain disekitar rumahku yang mengandalkan tenaga pembantu dan teknologi. Ibuku memang hebat ia melakukannya dengan ikhlas dan hasil yang baik. Dan aku bangga dengan ibuku. Yang selalu memasak dengan hasil yang lezat, yang mencuci dengan hasil yang wangi dan bersih. Sebaliknya yang kulihat dari sosok Ayah. Dia orang yang tangguh yang tak pernah lelah dan selalu mementingkan orang lain diatas kepentingan keluarganya. Mengikuti semua yang diminta orang sekeliingnya. Cintanya terhadap agama sering kali membuat cemburu kita, sebagai anak-anaknya.
“Mau kemana? Kok pakai acara masukin baju kedalam tas segala?” Tanya Tyas tiba-tiba sosoknya sudah ada dibelakangku.
“Pulang Yas!”
“Kapan? Kok mendadak banget?”
“Iya, diminta nyokap nih”
“Kenapa?, ada yang sakit lagi dirumah?”
“Nggak kok!”
“Lalu kenapa? Kapan pulang?”
“Ada urusan keluarga, Insyaallah besok”
Tyas mengangguk, mengerti. Dan menyibukan dirinya dengan laptop dan beberapa tumpukan buku didepannya. Aku tau dia sedang mencoba mengerjakan skripsinya lagi, dan mungkin hampir selesai.
“Yas, mau bantuin aku nggak?” tanyaku hati-hati
“Apa?”
“Tolong banget ya?”
“Iya, diusahakan. Insyaallah kalau aku bisa. Aku siap bantu!, emang apa?”
“Ambilkan HSS dan surat rekomendasiku dong distaff”
“Kok bisa disana?” tanyanya memincingkan heran.
“Iya, nunggu dilegalisir, Pak Dekan kemarin keluar kota jadi HSSku belum bisa dapat tanda tangannya”
“Terus?”
“Katanya hari ini sudah bisa diambil kok, staf menjanjikan gitu”
“Terus HSS dan Surat rekomendasinya setelah diambil mau diapakan?”
“Heeeeee, mau minta tolong kirimkan berkasnya lewat pos”
“Jadi kamu serius ikut?” aku mengagguk.
“Belum kirim berkas juga sampai sekarang?” tanyanya lagi. Dan aku menggangguk untuk kedua kalinya.
“Ampun deh! Kamu yang ikut kenapa aku yang direpotin sih!”
“Yas, please bantu aku. Aku harus pulang besok pagi. Sedang aku harus minta tolong siapa lagi buat ngurus berkasku. Tolong aku yas.ya?” aku memohon.
“Iya, tapi persyaratan yang lainnya mana masa HSS sama surat rekumendasi doing sih, beneran itu aja?”
“Tuh diatas meja belajar sisanya, sudah aku siapkan kelengkapannya kok. Alamat yang dituju juga sudah aku tulis, tinggal nanti digabungkan saja sama yang dari Staf kantor. Please bantu aku yas?” aku sedikit merengek, memelas kearahnya.
“Okey, tapi aku nggak punya uang lebiih buat kirim berkasnya!”
“Iya, tenang aja. Sudah aku siapkan juga kok tuh disamping berkas”
“Siap deh!”
“Berarti deal ya, kamu bantu aku?”
“Iya terpaksa!”
“Kok gitu, beneran loh harus dikir besok juga!”
“Iya bawel, aku mau bantu kok. Tenang aja”
“Sipp, makasih yas. Maaf sudah sering merepotkanmu!” uacapku tulus, seraya ku peluk tyas erat.
Hanya dua stel pakaian yang kubawa untuk bisa dipakai dirumah. Baju yang kubawa sebagai jaga-jaga saja barangkali ada teman yang mengajakku keluar untuk jalan. Bukan karena tak ada ganti baju yang lain dirumah, hanya saja kebanyakan koleksi baju yang kupunya disana hanya berupa gamis dan dress. Jadi berbanding terbalik dengan gaya berpakaian yang biasa aku kenakan disini, di Semarang bersama teman-temanku.
Ayahku selalu bilang, pakaian yang bagus adalah jenis pakaian yang panjang dan longgar. Aku akan terlihat lebih cantik dan anggun ketika mengenakan kedua model pakaian itu. Gamis dan dress. Dan ketika dirumah tak ada kata tidak. Semua yang ayahku katakana adalah perintah, sekalipun bentuknya pujian. Dan aku tau betul itu bukan gayaku. Aku seperti menjadi orang lain padahal dirumahku sendiri.
“Nataaaaaa..” Panggil Tyas menyadarkanku dari lamunan panjangku tentang Ayah.
“Packing baju atau melamun sih?, mau kelar jam berapa kalau gitu caranya?” ucapnya lagi. Tyas meledekku
“Iya, iya. Nih juga kelar kok!”
“Iya. Gitu dong. Lagian besok kan kamu perjalanan. Mending tidur cepat sana!” “Siap Bos!” ucapku bersemangat langsung meloncat cepat kearah tempat tidur.

@

Semarang. 24 Januari 2014
“Assalamu ‘Alaikum Mba, Mba Tasyanya ada?” samar-samar ku dengar seseorang memanggil namaku.
“Ada, tuh masih tidur” Tyas menjawab
“Oh, kirain udah siap-siap. Semalam mba tasya minta diantar pulang jam 9 pagi mba”
“Biasa nda, kakakmu kan mana pernah dia tepat waktu”
“Em..enak ya pagi-pagi gini nggosipin orang yang lagi tidur, nggak takut dosa apa yah? Lagian juga bukannya ngebangunin kek!” cibirku masih dalam posisi tidurku.
“Eh iya, maaf Mba” kali ini Manda yang mennjawab, terlihat dari wajahnya ekspresi bersalah.
“Iya dek, kalau Mba Tyas ngomong nggak usah diladenin. Biasa dia mah iri terus sama aku!” ucapku mencoba memojokkan Tyas dan berlalu pergi meninggalkan mereka, keduanya bertatapan saling pandang.
Aku sengaja beranjak dari tempat tidur secepat mungkin, dan berlalu begitu saja kekamar mandi. Tentu beralasan. Aku hanya ingin menghindari Tyas dengan segala umpatan dan teriakannya, Memalukan rasanya bila dikata-katain didepan Junior sendiri, apa kata dunia!
Mandiku pun kali ini tak sama dengan mandi seperti biasanya, sengaja dilama-lamain didalam kamar mandi. Mandi sebersih dan seharum mungkin. Menarik simpatik dan agar tahan lama juga dalam perjalanan.
“Nat, cepetan dikit kenapa sih? Tuh kasihan manda dah nunggu kamu lama” teriak tyas tiba-tiba tangannya sembari menggedor pintu kamar mandiku.
“Rese juga kamu Yas, mandi cepat dikatain. Mandi lama juga dimarahin. Maunya apa sih nih anak?”
“Kamu tuh nggak tau waktu, udah tau ada yang nunggu. Malah lanjut tidur dikamar mandi” jawabnya ketus
“Kurang ajar juga nih anak, lama-lama aku siram juga pakai air. Sampai hati ngatain aku tidur didalam kamar mandi!” teriakku geram.
Dan kudengar tawanya yang keras, melenggar. kemudian perlahan samar-samar tak terdengar lagi.
Dalam hening ku coba berfikir tentang perkataan tyas barusan. Tentang waktu. Ya selama ini aku memang cukup tak mengenal waktu untuk semua pekerjaanku. Aktivitasku semuanya hambar. Tak banyak yang bisa ku lakukan belakangan, dibeberapa hariku. Semua orang juga perlahan meninggalkan aku, Mungkin karena aku berusaha menghibur dan menyibukan diriku sendiri dengan kebodohanku mengurung diri didalam kamar.
Aku bergegas memakai pakaianku dan keluar dari kamar mandi, ya. Aku harus minta maaf karena membuat Manda menunggu. Orang yang sudah mau meluangkan waktunya untuk membantuku, mengantarku ke agen bis untuk perjalanan pulangku. Harusnya aku tak mengecewakannnya dan membuatnya menunggu untuk beberapa waktu yang cukup lama. Dan tentu aku juga harus berterima kasih pada tyas, sosoknya yang tak pernah berhenti mengajariku arti hidup dan orang lain.
“Dek maaf, kamu jadi harus nunggu lama. Mba telat bangun lagi soalnya”
“Sudah biasa!” tyas yang menjawab, sedang Manda hanya mengangguk tersenyum.

@

Indramayu, 29 Januari 2014
Sudah Empat hari rupanya aku menunggu, menanti kapan daftar hasil peserta yang lolos tahap administrasi Ekspedisi NKRI 2014 bisa diumumkan, beberapa kali juga mencoba mengunjungi Website dan FB Panitia Ekspedisi barangkali sudah ada informasi yang dipostingkan, tapi sama. Yang ada hanya berita lama, bahkan aku pun tak ragu mengirimkannya pesan. Bertanya kapan akan dishare. Tapi masih belum ada tanggapan. Aku tak percaya militer sebagai panitia bisa juga ngaret dalam deadline postingan berita, ampun. Aku tak habis fikir bagaimana bisa Aku menunggu dengan perasaan takut, dan harap-harap cemas terus-menerus seperti ini. Rasanya semakin lama aku semakin tak yakin dengan hasilnya nanti. Aku mengira-ngira apa mungkin aku bisa masuk dan lolos dalam tahap administrasinya tanpa melampirkan beberapa lembar sertifikat keahlian ataupun pengalaman, maklum aku mengituti Ekspedisi ini dengan jalur Free Line, Mandiri. Tanpa melibatkan pihak fakultas lebih jauh untuk membantu.
“God, Please aku ingin ikut. Libatkan aku dalam Ekspedisi ini, cantumkan namaku dalam daftar peserta yang lolos. Aku ingin jadi orang yang beruntung, tolong aku ya Allah.aku mohon” doaku tiap kali mengawali diri untuk membuka jaringan internet.

Cerpen Dloen- Yola, Gadisku. Tapi....

“ satu kata buat kamu, PUAS!”
Kau tau, apa yang membuatnya marah saat ini kepadaku? Mungkin kau tak percaya jika ku katakan hal ini kepadamu. Bayangkan saja aku yang tadi pagi sakit perut, sempat diare sampai terbujur kaku diatas tempat tidur dan merelakan presentasi waktuku begitu saja, malah disemprot habis-habisan, dinasehatin seperti habis mencuri ayam tetangga, hanya karena aku makan nasi bungkus miliknya, ya nasi bungkus pakai ayam yang bersantan. Aneh, kan? Hu! (lebih…)

Cerpen Dloen- Dompet yang Hilang dan Anak yang Malang

“Bang, beli minumnya dong!”
“apa?”
alun menunjuk minuman yang dimaksud. Lalu, dia merogoh tasnya, tetapi tiba-tiba wajahnya mendadak pucat. Dompetnya hilang. Pedagang asongan yang lama menunggu, akhirnya kesal juga. Dia ambil kembali minumannya sambil mengomel.
“Kalau nggak punya uang, jangan belagu! Tampang aja kayak orang kaya!”
Kalau saja tidak malu, ingin sekali alun menjitak tukang dagang itu. Namun, dia lebih mengkhawatirkan dompetnya yang berisi surat kendaran, seperti SIM, KTP, kartu pelajar, dan surat-surat penting lainnya. Cepat-cepat, dia menuju parkir motor. Mungkin, terjatuh dan masih ada di dekat motor, dia berharap-harap cemas.
Alun bolak-balik memeriksa tasnya, barangkali dompet itu kesingklep. Namun, tetap dompet itu tetap tidak ditemukan. Sambil duduk di atas motor dan menerawang ke arah hilir mudik orang, alun merenungi nasibnya yang sial.
Alun berfikir, apakah ini adalah teguran dari Tuhan-Nya karena ia melalaikan sesemanya, dan enggan untuk menolong. Alun menyesal, telah membentak anak kecil beberapa menit yang lalu, alun menyesal karena kasar dan merasa paling punya. Sekali lagi alun menyesal.
Alun mengambil sapu tangan dari dalam tasnya, alun yakin beberapa saat lagi air matanya akan tumpah membanjiri wajahnya yang pucat, alun merasa bodoh sekarang setelah beberapa orang melihatnya heran sambil memincingkan mata. Alun tak tau akan berkata apa nanti ketika adiknya sampai diterminal dan memintanya untuk membelikannya sepatu baru.
Sebelum alun menerawang lebih jauh lagi tentang hilangnya dompet dalam tasnya, tiba-tiba saja anak kecil kurus dan dekil itu datang lagi dihadapannya. Ya, anak kecil penjual gorengan tadi. Anak kecil yang beberapa saat yang lalu dibentaknya.
“Kak,” panggil anak kecil itu seraya mengulurkan dompet warna unggu, ya itu memang dompet alun, dompet alun yang hilang.
Saking senang dompetnya kembali, alunsampai lupa untuk mengucapkan terimakasih, alun pun sampai tidak melihat kapan anak itu pergi dari hadapannya. Diperiksanya dompet itu, ternyata uang dan isinya masih utuh. Seketika, muncul perasaan menyesal. Dia sedih karena kalau bukan karena kejujuran anak itu, belum tentu dompetnya bisa kembali.
“ kak, dipanggil-panggil kok diam aja, ngelamunin apa sih?” tanya sosok kecil itu tiba-tiba saja mengejutkan.
“ ibnu, kapan sampai” ucap alun balik tanya, melihat adik kesayangannya yang tiba-tiba saja berdiri tegak tepat disampingnya.
“ aduh, kakak. Makanya jangan ngelamun terus dong, apalagi diterminal kayak gini” ucap ibnu sambil menggoda.
“ iya dek, tadi soale dompet kakak sempet hilang” ucap alun akhirnya, jujur.
“ apa? Hilang? Kok bisa?”
“ iya, tapi sekarang sudah ketemu”
“ ada yang hilang kak? Gimana sih ceritanya?” tanya ibnu penasaran
“ nanti aja ya sayang ceritanya, low sudah sampai rumah!”
“ aduh gak asyik nih kak alun. Tapi gak apa-apa. Asal sekarang belikan ibnu sepatu kalau tidak tas ya kak....WAJIB loh ya?” pintanya sambil memeluk alun erat.
“ ok, yuk” ajak alun akhirnya menutup perbincangan keduanya diterminal cirebon, dan berlalu melaju motornya kencang menuju pasar grosir cirebon dikota.
Alun memakir motornya hati-hati, dan ia sempatkan lagi mengecek keberadaan dompetnya ditas sebelum akhirnya menuju kesalah satu ruko tas dan sepatu disekitar itu, aman. Alun tenang melangkah sambil mengiyakan adiknya ketika tiba-tiba saja sudah meraih satu tas ransel EXSPORT.
“ berapa bang harganya” tanya alun pada pedagang itu.
“ 220 ribu saja mba”
“ boleh di tawar?”
“ ah, mba ini, itu harga murah mba, untuk barang sebagus ini” ucap abang penjual itu.
Sebelum akhirnya mengiyakan tawaran abang penjual tas alun melirik beberapa tas yang lain. Alun jadi teringan anak kecil yang menyelamatkan nya tadi, anak kecil yang baik hati dan jujur, yang telah mengemalikan dompetnya barusan. Ya, alun akhirnya mantap untuk membelikannya tas yang sama seperti ibnu, adiknya.
“ gimana mba? Jadi tidak?” tanya abang itu, mengagetkan alun.
“ iya bang jadi, aku ambil dua ya barangnya, tapi 400 ribu saja, gimana?” pinta alun
“ ok, saya bungkuskan mba” ucap abang itu mengiyakan.
Alun menatap wajah adiknya yang menatap heran kearahnya.
“ ibnu heran ya, kakak beli tasnya dua”
ibnu hanya mengangguk.
“ mau kakak kasihkan sama anak yang tadi sudah mengembalikan dompet kakak”
“ owgh” ucap ibnu akhirnya mengerti.
Setelah beberapa saat kemudian, setelah alun akhirnya menerima barang yang dibelinya, dan membayarnya, alun bergegas berniat balik kemotornya dan putar alur balik terminal. Tapi tiba-tiba saja....
“ kak, sepatunya kan belum beli” ucap ibnu mengingatkan alun, kalau saat ini dia sedanga bersama adiknya.
“ hmmm, gimana low lain kali aja ya sayang, sekarang kita keterminal lagi dulu ya” rayu alun akhirnya.
Ibnu mengangguk pelan, dan alun tau yang sebenarnya terjadi. Alun mengerti dengan melihat wajah adiknya yang layu itu, alun tau kalau adiknya saat ini tentu kecewa berat terhadap keputusannya. Tapi, alun juga tidak bisa menunggu lama lagi untuk secepatnya mengucapkan terimakasih pada anak itu.
Alun melaju motornya lebih kecang lagi, tidak seperti biasanya. Alun tak menghiraukan teriakan ketakutan adiknya, alun hanya berfikir agar secepatnya sampai. Dan sampai pada akhirnya alun tak bisa mengelak lagi ketika tiba-tiba saja ada kendaraan bermotor yang menyebrang, alun banting setir dan tak terjatuh.....
alun merasakan kakinya yang nyeri, aun melihat beberapa goresan pada bagian itu. Tapi sesaat alun lupakan karena melihat adiknya yang menangis kencang, alun memeluknya. Dengan perasaan menyesal dan bersalah.
Setelah motor alun berhasil diberdirikan, dengan beberapa orang yang sempat menolongnya tadi. Akhirnya alun paksakan untuk melanjutkan perjalanannya lagi, ya masih sama untuk menemui anak itu.
“ jangan kenceng-kenceng lagi ya kak” pinta ibnu memelas kearah alun, sebelum motor alun hidupkan.
“ iya sayang, maapkan kakak ya”
...............................
setelah sampai diterminal, alun bergegas mencari anak kecil itu, tapi wajah si anak seperti ketakutan.
“Terima kasih ya, kamu sudah mengembalikan dompetku. Ini buat kamu”.
Anak kecil itu tampak canggung.
Kasihan, pasti dia merasa ketakutan, gumam alun dalam hati.
“Saya udah nggak sekolah lagi, Kak.”
alun mengernyitkan alis.
“Lho, kenapa?”
“Saya enggak punya siapa-siapa. Ibu sudah meninggal, sedangkan Bapak sejak lama meninggalkan saya. Sampai sekarang, saya belum sekolah.”
alun terdiam. Hatinya merasa iba. Anak itu tak seberuntung alun dan adiknya. Tanpa banyak bertanya lagi alun pamit pulang, dalam hatinya hanya berkata “ anak yang malang”.

Contoh Cerita Anak Edisi Dloen

Masa kecil nino berkecukupan, anak orang kaya. Ia anak seorang bupati dikotanya, nama bapaknya solu sumardi, hidupnya amat enak, dia besar di sekitar perumahan. Ia tidak pernah tahu bagaimana hidup yang prihatin seperti orang dibawahnya.
Bapaknya seorang tokoh masyarakat yang disegani, tak banyak waktu untuk nino bisa bersamanya. Ia sering ditinggal bapaknya untuk urusan kerja diluar kota, Ia tak pernah tahu bagaimana rasanya dikecup keningnya, setiap harinya nino hanya bersama mbok iyem, pembantu keluarga nino sejak ia usia bayi, karena semenjak nino berusia 2 bulan ibu nino meninggal karena jatuh dari tangga.
Sewaktu ketika solu sumardi, bapak nino dirumah. Nino menyempatkan diri untuk menghampiri bapakanya, ia dekati seseorang yang sedang membaca koran itu perlahan dan duduk tepat disampingnya, digenggamnya tangan itu dengan hangat.
“ ada apa kamu nino?, sudah makan? tanya pak solu pada anak tunggalnya itu.
Nino menjawab dengan senang pertanyaan bapaknya. “ belum pak jawab nino semangat, karena ini sesuatu moment yang langka, yang tak pernah ia dapati sebelumnya bisa sedekat ini. Nino berharap bapaknya akan mengajaknya makan bersama bahkan harapan tertinggi nino adalah bisa disuapin, paling tidak seumur hidup selama ia menjadi anak kecil.
“ya sudah sana panggil bi iyem, makan biar sehat! perintah bapaknya, nino sedih, hatinya terasa sakit. Ia pergi meninggalkan bapaknya sendiri, nino kembali kekamarnya.
Nino merenung, nino berfikir apakah yang sebenarnya ia bukanlah anak dari bapaknya sekarang? Kenapa? Apa yang salah? Nino merasa kesepian. Tiba-tiba saja terlintas dalam pikiran nino untuk pergi saja dari rumahnya yang saat ini ditempatinya selama beberapa tahun. Namun niatnya terhenti, ketika dilihatnya tumpukan coklat diatas mejanya, ia buka dan satu persatu dimakannya, keinginananya untuk memberikan coklat itu sebagai hadiah ulang tahun temannya tak ia lanjutkan, dan niatannya untuk pergi dari rumahpun ia ganti.
Ia berharap ketika selesai makan coklat itu ada reaksi pada gigi dan perutnya, ya nino ingin sakit. Nino ingin diperhatikan, nino ingin agar ayahnya peduli dan mau sebentar saja menyayanginya. Dalam kamar nino menangis
Kini nino terkapar. Mulutnya mengeluarkan darah, nino keracunan. Ini tidak ada dalam sekenario. Nino tak tau bila coklat yang dimakannya itu kadaluarsa, nino memandangi bungkusan coklat itu dengan hati meringis perih menahan sakit

Bersama Tukang Becak

kemaren malam, 24 des 2011 tepat pukul 08.12 ditemani gerimis. dloen sehabis naik bus Menara Jaya jurusan tegal-jakarta. dloen sesampai berencana buat pulang ke kota kelahiran Indramayu, mobil yang ditumpangi hanya bisa sampai batas kabupaten, sehingga untuk sampai kerumah, dloen pun naik becak dari Keplongan.
" becak yu?" tanya tukang becak paruh baya berbaju coklat itu kearahku. yang langsung q jawab dengan anggukan kepala, dan bergegas menaiki becaknya karena memang gerimis mengiringi perjalananku semenjak dari tegal tadi.

dloen terasa perjalanan nya kali ini menaiki becak teramat lama." apakah bapak tukang becak nya lagi gak enak badan yach?" pikirku, tapi ku simpan dalam hati. hingga ku beranikan diri untuk bertanya .
" bapak lagi gak enak badan?" tanyaku padanya berhati-hati. takut di bilang lancang.
" ea neh mbak, tapi mau gimana lagi, anak saya 4, dan bersekolah semua. jadi mau gak mau, gimanapun kondisi badan saya, saya harus terus narik" jawabnya panjang lebar. dan itulah awal perbincangan diantara kita berdua. dan ditarik kesimpulan,

DLOEN BENER-BENER PRIHATIN DENGAN TUKANG BECAK ITU. dloen merasa begitu kasihan padanya, betapa berat bebannya selama ini menanggung 4 anak, tanpa di temani sang istri yang telah pergi meninggalkannya seahun lalu, entah kemana ( tuturnya). dengan hanya bekerja sebagai tukang becak yang tek tntu penghasilan tiap harinya. (lebih…)

BAB 1

RIIKIINNNGGG
                                                                              ..
Jam beker di kamar Ziva menjerit, yang membuat sang empunya kembali dari alam mimpi. Ziva mengambil benda yang selalu membangunkanya yang terletak di sebelah bantalnya dan mematikannya. Dengan masih setengah sadar, dia melirik jam yang ditanganya. (lebih…)

Selamat Tinggal Ayah

18-september-2008

kreeeeee.........
pintu kamar udin terbuka, seseorang bertubuh tegap dengan bola mata yang teduh berada dibaliknya.
"din, sedang mengerjakan pr yach?, nanti dulu nak, ntar bisa dilanjutkan lagi dan sekarang makanlah dulu bersama kami karna adikmu telah menunggu", ajak sang ayah dengan nada yang lembut. (lebih…)