Bab 2, Cerita Dloen

Harap- harap Cemas

Semarang, 23 Januari 2014
Ekspedisi NKRI 2014 koridor Maluku dan Maluku Utara yang tak lama lagi akan dilaksanakan membuatku seakan stres menyiapkan segala persyaratannya. Maklum belum lama ini ku dapatkan informasi tentang kegiatannya. Seakan berburu dengan waktu. Tuntutan untuk berbagai keperluan administrasi harus dilengkapi seperti menyiapkan Foto, Materai, FC Hasil Study Mahasiswa, Surat Rekemendasi Fakultas, Kartu Tanda Mahasiswa, Surat Izin Orang Tua, Surat dari Kepolisian, Surat yang menyatakan Sehat dan semua itu harus didapatkan ditempat yang berbeda dan beberapa juga dibutuhkan legalisir. Bisa dibayangkan betapa pusing kepalaku, mendadak semuanya jadi sempit dan gerah. Sehingga untuk saat-saat ini bisa dipastikan emosiku tak stabil.
Aku masih tak bergeming menunggu antrian tukang cetak foto di Gg. Ringin Sari Utara. Maklum hanya di Studio Riani ini tempat percetakan yang murah. Jadi untuk lima antrianpun aku masih rela untuk menunggu, asal bisa jadi hari ini juga.
“Tasyaaa..” seseorang menepuk pundakku dari belakang
“Ih, Apaan sih?” teriakku lantang
“Maaf sudah mengagetkan kamu” ucapnya lirih kepadaku
“Ha, iya. Maaf, aku hanya terkejut Mas” ucapku tulus. Aku memang terkejut ketika seseorang menepuk pundakku, “Lancang sekali!” ucapku dalam hati. Tapi lebih mengejutkan lagi ketika aku mengetahui pemilik suara itu, dan aku menyesal atas sikap tak sopanku barusan, meneriakinya.
“Kamu ikut Ekspedisi juga ya?”
“Em, iya Bang. Kenapa?”
“Sudah daftar onlinekah?”
“Oh iya sudah bang, baru saja tadi pagi”
“Persyaratannya sudah dilengkapi?”
“Belum bang, baru saja hendak mengurusnya. Abang sudah dikirim kah?” tanyaku balik.
“Ngomong-ngomong kamu masih kenal aku?” Tanyanya sembari meledek
“Masih bang, masa sama seniornya sendiri lupa. Mas Ipud, Saifuddin orang yang jago main teater dan demisioner HMJ KOMUNIKASI 2012, haaaahhaaaaa” ledekku kemudian
“Barangkali aja kan lupa. Masalah demisioner HMJ Komunikasi kan kamu juga Tas, 2013 pernah jadi ketuanya gitu loh” ledeknya balik kali ini kearahku.
“Oh iya. Niatnya besok pagi nat, kalau mau biar aku kirimkan sekalian punyamu. Gimana?” tawarnya
“Mau banget bang, tapi aku nggak janji besok semua persyaratan administrasiku bisa beres”
“Owgh gitu, ya sudah kamu kabari aku lagi ya besok. Jangan lupa cepat dikelarin loh soalnya tanggal 26 Januari 2014 semua berkas harus sudah dikirim kepusat nat. tau kan?”
“Iya bang, itu artinya hanya ada sisa waktu dua hari untukku bias melengkapinya”
“Iya betul, okey kalau begitu aku tinggal kekampus dulu yah. Ada usrusan nih” katanya kemudian
“Siap bang. makasih sudah diingatkan” ungkapku tulus selanjutnya kulihat sosoknya pergi dengan motor merah Smash nya
Tak bisa dilukiskan perasaanku saat ini, berat sudah beban yang ku tangguh dan malu rasanya bila ternyata esok aku tak terjaring dan gugur. Entahlah, aku tak bisa membayangkan sudah berapa puluh orangkah yang tau tentang keikutsertaanku dalam Ekspedisi ini. Apa jadinya bila aku tak masuk?
“Mba, fotonya mau dicetak berapa lembar dan ukuran berapa?” Tanya Mba Lilies pegawai dipercetakan, dia mengagetkanku.
“Oh iya mba, tolong cetakan untuk ukuran 4 R dan 3×4 nya juga, masing-masing 3 lembar ya mba. “Terima kasih” ucapku kemudian
Mba Lilies, dia menganggukan kepalanya seraya pergi meninggalkanku sendiri. Melanjutkan semua pertanyaan konyol yang muncul dibenakku, otakku rupanya menyimpan kepenatan yang dalam. Aku semakin tak bisa meyakinkan hatiku akan Ekspedisi dihadapanku. Sejak 3 hari terakhir ini yang aku tau aku tak cukup bisa berhasil mengurus administrasinya dengan benar. Semuanya masih menunggu dan tak pasti. Bahkan untuk surat rekomendasipun belum bisa ku terima karena Dekan Fakultasku masih ada diluar kota sehingga belum ditanda tangani dan masih di Staf kantor.
“Ini Mba hasilnya, totalnya tiga puluh ribu rupiah Mba” katanya tiba-tiba saja berada dihadapanku lagi seraya menyodorkan hasil cetakan fotonya.
“Iya terima kasih mba” ucapku seraya memberikan uang dan menggambil hasil cetakan fotonya.
Ucapan terima kasih rupanya ku sampaikan dua kali pada Mba Lilies. Yang pertama saat aku memintanya mencetakan fotoku dan yang kedua saat dia memberikan hasil cetakannya padaku. Rasanya sekarang aku sedikit lega. Hasil foto yang ku dapat sangat bagus dan memuaskan. Cukup mengobati kepenatan yang sedang menderaku. Ku amati gambarnya yang bening beberapa kali sambil berlalu meninggalkan studio percetakan. Ku pikir-pikir ternyata aku memang sedikit cantik, bangga rasanya diciptakan sedemikian rupa. Dalam segala kelebihan yang ku punya sekarang. Aku cukup sedikit bangga. Aku tak bisa menghitung betapa besar keagungan dan kekuasaan tuhan yang menciptakan makhluknya begitu sempurna, pujiku dalam hati sendiri. Semua yang ku punya komplit dari atas kepala sampai ujung kaki, ada dan indah dengan keunikan bentuk yang kupunya. Ku usap foto ditanganku beberapa kali seraya tak henti mulutku memuji kebesaran Dzat yang sudah menciptakannya, Allahu Akbar.
Terlihat dikejauhan. Tampak pedagang batagor sedang mangkir didepan kosku. Tanpa pikir panjang ku hampiri sambil lari-lari kecil, takut tertinggal lagi dan keburu bang batagor pergi nanti. Semakin dekat rupanya kakiku semakin mengayun kencang. Dan sudah dipastikan ketika sampai tujuan nafasku terseol-seol sesak, keringat mengucur deras bak rintik hujan. Peluhnya membasahi seluruh tubuhku hingga baju biruku terasa lengket dibadan.
“Huffttt.” Ku coba atur nafasku beberapa saat
“Batagor Neng?” Tanya Si Abang batagor
“I..i..iya bang satu yah bang, lima ribu aja?”
“Pedas?”
“Sedang saja bang”
“Nih Neng” Si Abang menyodorkan batagor yang ku minta dan menyambut uang pemberianku. “terima kasih bang” ucapku mengakhiri jual beliku dengan abang batagor, dan meninggalkannya dengan beberapa teman kosku yang juga sedang antri membeli batagorya.
Kamarku tak terkunci, tapi tak kudapati tyas didalamnya. Ku panggil beberapa kali namanya, tapi tak juga ada ubrisan.
“Mba tasya nyari mba Tyas?” Tanya Manda, adik angkatanku dijurusan.
“Oh iya Dek, kamu lihat dia nggak?”
“Dia kewarung Mba, kayaknya sih beli makan”
“What? Makan lagi? “ tanyaku sedikit terkejut, dan manda hanya menggelengan kepalanya. Ku pikir dia tak mengerti.
Sebenarnya bukan sesuatu yang aneh ketika hari ini kudapati Tyas makan berkali-kali. Hanya saja aku tak habis fikir bagaimana bisa sahabatku yang satu ini bisa makan 6 kali dalam hari, dan itu tak membuat efek pada tubuhnya. Badannya tetap ramping, kecil dan indah. Aku sangat iri rasanya.
“Tiiiiittitttt.tiiiiittttt” Ku cari Handphonku, karena aku hapal betul itu tanda dering handphone milikku.
“Assalamu ‘Alaikum Mi” sapaku pada sosok yang menelponku, ketika berhasil menemukannya didalam tas yang kubawa.
“Waalaikum Salam Yu, kapan kamu pulang?” Tanya Ibuku diseberang sana.
“Pulang?, nanti mi kalau kegiatan disini sudah beres semua”
“Emang kegiatan apa lagi sih?, Pulanglah sebentar!”
“Oh iya Mi, Insya Allah secepatnya kok”
“Lusa 100 hari peringatan kakekmu, kamu pulang besok ya Yu?”
“Iya Mi. Insya Allah, yayu nggak bisa pastikan hari ini!”
“Ya sudah, kalau jadi pulang nanti kabari lagi aja ya. Tapi tolong Yu kalau bisa kamu usahakan buat beberapa hari saja pulang kerumah yah?” ucap Ibuku mengakhiri pembicaraan.
“Iya Mi. Assalamu ‘Alaikum”
“Waalaikum Salam, jangan lupa makan dan sholatnya ya Yu?” ungkapnya kemudian terdengar panggilan sudah diputus.
Aku terdiam beberapa saat, merenungi permintaan Ibuku. Berfikir bagaimana caranya semua persyaratan Ekspedisi bisa aku kelarkan hari ini juga agar besok bisa pulang kerumah, kekota kelahiranku Indramayu tercinta. Kota gersang namun penuh dengan banyak cerita dan warna kebahagiaan. Dimana tempatku pertama kali ku belajar melihat dunia, menangis, dan tertawa.
Aku tau persis alasan Ibuku memintaku untuk seggera pulang. Bukan hanya menginginkan anaknya bisa hadir dalam 100 hari peringatan Ayahnya, yang juga kakekku. Namun karena beliau berharap aku bisa membantunya dalam menyiapkan semua keperluan untuk acara Tahlilannya. Seperti makanan untuk para bapak dan remaja yang datang kerumah kami untuk mendoakan Alm. Kakek. Ya aku tau, bagaimana repotnya untuk mengurus kelengkapan itu terlebih sekarang Ibu sendiri dirumah tanpa aku anak perempuannya sekaligus anak sulung yang dituakan. Kalaupun masih ada ayahku, aku tau pasti tak akan bisa membantu banyak seperti biasanya. Karena ku tahu bagaimana Ayahku, dia yang menghabiskan hari-harinya untuk pergi ke masjid, mengikuti pengajian dan mengisi beberapa ceramah didaerahku. Bukan dia tak pernah memeperdulikan keluarga kita. Tapi tuntutan akhirat selalu datang padanya dan memaksanya untuk memilih mengutamakan itu dibanding urusan keluarganya.
Ayahku selalu bilang kalau waktu yang diberikan tuhan tak akan tau jumlah harinya, esok atau lusa bisa saja giliran kita yang dipanggilnya. jadi harus terus berbuat baik pada sesama dan mengutamakan orang lain, terlebih urusannya keagaamaan. Kalau keluarga sudah sejak ia lahir hingga usia yang ke 60 Thnnya. Jadi pikirnya sudah dipastikan sudah banyak hal yang di perbuat. Itulah kata-kata Ayahku yang hingga kini masih melekat erat dibenakku. Dan tak heran rasanya bila barusan ditelpon ibu menyampaikan Ayahku sedang tidak dirumah sudah empat hari lamanya dan akan kembali dua hari kedepan karena ada panggilan pengajian didaerah Cirebon dan Kuningan. selanjutnya sekarang dirumah hanya ada ibu dan kedua adikku yang masih belia. mereka semua masih berumur 3 Thn dan kakaknya yang lebih tua berusia 8 Thn.
Ibu cukup bertahan, menjadi sosok yang tegar tak pernah mengeluh dimata kami anak-anaknya. Bersabar saat menunggu Ayah kembali pulang kerumah, bersabar untuk melayani semua kebutuhan anak-anaknya, dan bersabar untuk memebereskan semua pekerjaan rumah. Ibupun rupanya cukup mandiri dibanding beberapa ibu-ibu lain disekitar rumahku yang mengandalkan tenaga pembantu dan teknologi. Ibuku memang hebat ia melakukannya dengan ikhlas dan hasil yang baik. Dan aku bangga dengan ibuku. Yang selalu memasak dengan hasil yang lezat, yang mencuci dengan hasil yang wangi dan bersih. Sebaliknya yang kulihat dari sosok Ayah. Dia orang yang tangguh yang tak pernah lelah dan selalu mementingkan orang lain diatas kepentingan keluarganya. Mengikuti semua yang diminta orang sekeliingnya. Cintanya terhadap agama sering kali membuat cemburu kita, sebagai anak-anaknya.
“Mau kemana? Kok pakai acara masukin baju kedalam tas segala?” Tanya Tyas tiba-tiba sosoknya sudah ada dibelakangku.
“Pulang Yas!”
“Kapan? Kok mendadak banget?”
“Iya, diminta nyokap nih”
“Kenapa?, ada yang sakit lagi dirumah?”
“Nggak kok!”
“Lalu kenapa? Kapan pulang?”
“Ada urusan keluarga, Insyaallah besok”
Tyas mengangguk, mengerti. Dan menyibukan dirinya dengan laptop dan beberapa tumpukan buku didepannya. Aku tau dia sedang mencoba mengerjakan skripsinya lagi, dan mungkin hampir selesai.
“Yas, mau bantuin aku nggak?” tanyaku hati-hati
“Apa?”
“Tolong banget ya?”
“Iya, diusahakan. Insyaallah kalau aku bisa. Aku siap bantu!, emang apa?”
“Ambilkan HSS dan surat rekomendasiku dong distaff”
“Kok bisa disana?” tanyanya memincingkan heran.
“Iya, nunggu dilegalisir, Pak Dekan kemarin keluar kota jadi HSSku belum bisa dapat tanda tangannya”
“Terus?”
“Katanya hari ini sudah bisa diambil kok, staf menjanjikan gitu”
“Terus HSS dan Surat rekomendasinya setelah diambil mau diapakan?”
“Heeeeee, mau minta tolong kirimkan berkasnya lewat pos”
“Jadi kamu serius ikut?” aku mengagguk.
“Belum kirim berkas juga sampai sekarang?” tanyanya lagi. Dan aku menggangguk untuk kedua kalinya.
“Ampun deh! Kamu yang ikut kenapa aku yang direpotin sih!”
“Yas, please bantu aku. Aku harus pulang besok pagi. Sedang aku harus minta tolong siapa lagi buat ngurus berkasku. Tolong aku yas.ya?” aku memohon.
“Iya, tapi persyaratan yang lainnya mana masa HSS sama surat rekumendasi doing sih, beneran itu aja?”
“Tuh diatas meja belajar sisanya, sudah aku siapkan kelengkapannya kok. Alamat yang dituju juga sudah aku tulis, tinggal nanti digabungkan saja sama yang dari Staf kantor. Please bantu aku yas?” aku sedikit merengek, memelas kearahnya.
“Okey, tapi aku nggak punya uang lebiih buat kirim berkasnya!”
“Iya, tenang aja. Sudah aku siapkan juga kok tuh disamping berkas”
“Siap deh!”
“Berarti deal ya, kamu bantu aku?”
“Iya terpaksa!”
“Kok gitu, beneran loh harus dikir besok juga!”
“Iya bawel, aku mau bantu kok. Tenang aja”
“Sipp, makasih yas. Maaf sudah sering merepotkanmu!” uacapku tulus, seraya ku peluk tyas erat.
Hanya dua stel pakaian yang kubawa untuk bisa dipakai dirumah. Baju yang kubawa sebagai jaga-jaga saja barangkali ada teman yang mengajakku keluar untuk jalan. Bukan karena tak ada ganti baju yang lain dirumah, hanya saja kebanyakan koleksi baju yang kupunya disana hanya berupa gamis dan dress. Jadi berbanding terbalik dengan gaya berpakaian yang biasa aku kenakan disini, di Semarang bersama teman-temanku.
Ayahku selalu bilang, pakaian yang bagus adalah jenis pakaian yang panjang dan longgar. Aku akan terlihat lebih cantik dan anggun ketika mengenakan kedua model pakaian itu. Gamis dan dress. Dan ketika dirumah tak ada kata tidak. Semua yang ayahku katakana adalah perintah, sekalipun bentuknya pujian. Dan aku tau betul itu bukan gayaku. Aku seperti menjadi orang lain padahal dirumahku sendiri.
“Nataaaaaa..” Panggil Tyas menyadarkanku dari lamunan panjangku tentang Ayah.
“Packing baju atau melamun sih?, mau kelar jam berapa kalau gitu caranya?” ucapnya lagi. Tyas meledekku
“Iya, iya. Nih juga kelar kok!”
“Iya. Gitu dong. Lagian besok kan kamu perjalanan. Mending tidur cepat sana!” “Siap Bos!” ucapku bersemangat langsung meloncat cepat kearah tempat tidur.

@

Semarang. 24 Januari 2014
“Assalamu ‘Alaikum Mba, Mba Tasyanya ada?” samar-samar ku dengar seseorang memanggil namaku.
“Ada, tuh masih tidur” Tyas menjawab
“Oh, kirain udah siap-siap. Semalam mba tasya minta diantar pulang jam 9 pagi mba”
“Biasa nda, kakakmu kan mana pernah dia tepat waktu”
“Em..enak ya pagi-pagi gini nggosipin orang yang lagi tidur, nggak takut dosa apa yah? Lagian juga bukannya ngebangunin kek!” cibirku masih dalam posisi tidurku.
“Eh iya, maaf Mba” kali ini Manda yang mennjawab, terlihat dari wajahnya ekspresi bersalah.
“Iya dek, kalau Mba Tyas ngomong nggak usah diladenin. Biasa dia mah iri terus sama aku!” ucapku mencoba memojokkan Tyas dan berlalu pergi meninggalkan mereka, keduanya bertatapan saling pandang.
Aku sengaja beranjak dari tempat tidur secepat mungkin, dan berlalu begitu saja kekamar mandi. Tentu beralasan. Aku hanya ingin menghindari Tyas dengan segala umpatan dan teriakannya, Memalukan rasanya bila dikata-katain didepan Junior sendiri, apa kata dunia!
Mandiku pun kali ini tak sama dengan mandi seperti biasanya, sengaja dilama-lamain didalam kamar mandi. Mandi sebersih dan seharum mungkin. Menarik simpatik dan agar tahan lama juga dalam perjalanan.
“Nat, cepetan dikit kenapa sih? Tuh kasihan manda dah nunggu kamu lama” teriak tyas tiba-tiba tangannya sembari menggedor pintu kamar mandiku.
“Rese juga kamu Yas, mandi cepat dikatain. Mandi lama juga dimarahin. Maunya apa sih nih anak?”
“Kamu tuh nggak tau waktu, udah tau ada yang nunggu. Malah lanjut tidur dikamar mandi” jawabnya ketus
“Kurang ajar juga nih anak, lama-lama aku siram juga pakai air. Sampai hati ngatain aku tidur didalam kamar mandi!” teriakku geram.
Dan kudengar tawanya yang keras, melenggar. kemudian perlahan samar-samar tak terdengar lagi.
Dalam hening ku coba berfikir tentang perkataan tyas barusan. Tentang waktu. Ya selama ini aku memang cukup tak mengenal waktu untuk semua pekerjaanku. Aktivitasku semuanya hambar. Tak banyak yang bisa ku lakukan belakangan, dibeberapa hariku. Semua orang juga perlahan meninggalkan aku, Mungkin karena aku berusaha menghibur dan menyibukan diriku sendiri dengan kebodohanku mengurung diri didalam kamar.
Aku bergegas memakai pakaianku dan keluar dari kamar mandi, ya. Aku harus minta maaf karena membuat Manda menunggu. Orang yang sudah mau meluangkan waktunya untuk membantuku, mengantarku ke agen bis untuk perjalanan pulangku. Harusnya aku tak mengecewakannnya dan membuatnya menunggu untuk beberapa waktu yang cukup lama. Dan tentu aku juga harus berterima kasih pada tyas, sosoknya yang tak pernah berhenti mengajariku arti hidup dan orang lain.
“Dek maaf, kamu jadi harus nunggu lama. Mba telat bangun lagi soalnya”
“Sudah biasa!” tyas yang menjawab, sedang Manda hanya mengangguk tersenyum.

@

Indramayu, 29 Januari 2014
Sudah Empat hari rupanya aku menunggu, menanti kapan daftar hasil peserta yang lolos tahap administrasi Ekspedisi NKRI 2014 bisa diumumkan, beberapa kali juga mencoba mengunjungi Website dan FB Panitia Ekspedisi barangkali sudah ada informasi yang dipostingkan, tapi sama. Yang ada hanya berita lama, bahkan aku pun tak ragu mengirimkannya pesan. Bertanya kapan akan dishare. Tapi masih belum ada tanggapan. Aku tak percaya militer sebagai panitia bisa juga ngaret dalam deadline postingan berita, ampun. Aku tak habis fikir bagaimana bisa Aku menunggu dengan perasaan takut, dan harap-harap cemas terus-menerus seperti ini. Rasanya semakin lama aku semakin tak yakin dengan hasilnya nanti. Aku mengira-ngira apa mungkin aku bisa masuk dan lolos dalam tahap administrasinya tanpa melampirkan beberapa lembar sertifikat keahlian ataupun pengalaman, maklum aku mengituti Ekspedisi ini dengan jalur Free Line, Mandiri. Tanpa melibatkan pihak fakultas lebih jauh untuk membantu.
“God, Please aku ingin ikut. Libatkan aku dalam Ekspedisi ini, cantumkan namaku dalam daftar peserta yang lolos. Aku ingin jadi orang yang beruntung, tolong aku ya Allah.aku mohon” doaku tiap kali mengawali diri untuk membuka jaringan internet.

Published by dloen

Aku Fadlun, Anak pertama dari 4 bersaudara, kelahiran Indramayu, 19 Juni 1992. punya cita- cita dan mimpi menjadi orang hebat. menempuh pendidikan kuliyah di UIN Walisongo Semarang, besar harapan bisa mengubah perekonomian keluarganya di masa depan.