Bersama Tukang Becak

kemaren malam, 24 des 2011 tepat pukul 08.12 ditemani gerimis. dloen sehabis naik bus Menara Jaya jurusan tegal-jakarta. dloen sesampai berencana buat pulang ke kota kelahiran Indramayu, mobil yang ditumpangi hanya bisa sampai batas kabupaten, sehingga untuk sampai kerumah, dloen pun naik becak dari Keplongan.
” becak yu?” tanya tukang becak paruh baya berbaju coklat itu kearahku. yang langsung q jawab dengan anggukan kepala, dan bergegas menaiki becaknya karena memang gerimis mengiringi perjalananku semenjak dari tegal tadi.

dloen terasa perjalanan nya kali ini menaiki becak teramat lama.” apakah bapak tukang becak nya lagi gak enak badan yach?” pikirku, tapi ku simpan dalam hati. hingga ku beranikan diri untuk bertanya .
” bapak lagi gak enak badan?” tanyaku padanya berhati-hati. takut di bilang lancang.
” ea neh mbak, tapi mau gimana lagi, anak saya 4, dan bersekolah semua. jadi mau gak mau, gimanapun kondisi badan saya, saya harus terus narik” jawabnya panjang lebar. dan itulah awal perbincangan diantara kita berdua. dan ditarik kesimpulan,

DLOEN BENER-BENER PRIHATIN DENGAN TUKANG BECAK ITU. dloen merasa begitu kasihan padanya, betapa berat bebannya selama ini menanggung 4 anak, tanpa di temani sang istri yang telah pergi meninggalkannya seahun lalu, entah kemana ( tuturnya). dengan hanya bekerja sebagai tukang becak yang tek tntu penghasilan tiap harinya.

Pak Sumadi namanya, dia bekerja dari pagi hari setelah mengantar anak sulungnya ardi dan yeti ke MTS NU di sebrang desanya dengan memakai becak karena memang tidak ada ongkos untuk memberikannya uang. hingga pak somad sendiri yang mengantar anaknya dengan becaknya. untung anaknya pun bisa menerima keadaan bapaknya. subhanallah ya. zaman sekarang mana ada anak muda/i yang berangkat pakai becak terlebih bapaknya sendiri. hati ini hampir miris, disetiap pak somad bercerita. entah apa gerangan yang membuatnya sebegitu percaya hingga mau menceritakannya kepada dloen. ( dloen menulis ini terlebih sudah izin sama bapaknya. lho….).
lanjut cerita. pak somad terkadang harus pulang tengah mala, disaat semuanya sudah tenang dengan mimpi-mimpinya, pak somad rela menunggu disamping jalan berharap ada yang mau memakai jasa becaknya buat mengisi sedikit dapurnya, dan bisa memberi makan ke 4 anaknya. menurutnya uang 20 rb pun begitu susah ia dapatkan untuk perharinya apalagi     untuk berkhayal lebih dari itu, terkadang pula di hanya dapat 7-sampai 11 ribu untuk tiap harinya, tergantung dengan kebijakan para pengguna jasa tariknya.

pak somad, pak somad, tukang becak yang sabar, dloen salut sama bapak. dengan kondisinya seperti itu, subhanallah dloen masih mendengar dari mulut dia ucapan syukur, bahkan menurut beliau SHOLAT itu obat penenang disaat dia benar0benar sedang menyesali nasibnya, sungguh tukang becak yang miskin hartanya tapi kaya akan hatinya. betapa tidak??? walaupun dengan segala kesulitan tentang hidupnya beliau masih mengingat TUHAN-nya. subhanallah. semoga saja dengan adanya kisah ini, saya dan para pembaca yang budiman bisa lebih memaknai arti hidup, agar bisa bersyukur. amin.

Published by dloen

Aku Fadlun, Anak pertama dari 4 bersaudara, kelahiran Indramayu, 19 Juni 1992. punya cita- cita dan mimpi menjadi orang hebat. menempuh pendidikan kuliyah di UIN Walisongo Semarang, besar harapan bisa mengubah perekonomian keluarganya di masa depan.

9 replies on “Bersama Tukang Becak”

  1. untung Alloh tidak menjadikan profesi sebagai pembeda status di depan Nya. DIA melihat ketakwaan. Dan Alhamdulillah, tukang becak itu seorang yang penuh takwa. Semoga penderitaannya selama di dunia tergantikan di akherat.

Comments are closed.